Solo – Masalah kecemasan menjadi
masalah kesehatan klasik bagi pasien yang akan menjalani tindakan medis di
Rumah Sakit. Baik itu tindakan medis secara mayor ataupun tindakan medis secara
minor. Tindakan medis secara mayor adalah tindakan medis yang dilakukan dalam
skala besar seperti operasi pembedahan, tindakan yang memerlukan tindakan
anestesi untuk meminimalisasi nyeri. Sedangkan tindakan medis minor adalah
tindakan medis dalam skala kecil yang tidak memerlukan pembiusan secara skala
besar dan tidak mengancam jiwa.
Dosen Spesialis Medikal Bedah Prima Trisna Aji ketika memberikan materi Terapi Cemas pada mahasiswa praktek di kamar operasi/Foto : Dokpri |
Tindakan medis pada pasien pada
umumnya akan mengakibatkan masalah baru pada pasien dirumah sakit. Salah
satunya masalah baru yang ditimbulkan adalah kecemasan. Kecemasan pada pasien
akan bermasalah apabila gejala tersebut mengganggu pasien sehingga bisa
mempengaruhi sistem hemodinamik pada pasien di Rumah Sakit.
Sistem hemodinamik tubuh merupakan
sistem aliran darah dalam sistem peredaran tubuh, baik melalui sirkulasi magna
(sirkulasi besar) maupun sirkulasi parva (sirkulasi dalam paru paru). Dalam
kondisi normal, hemodinamik akan selalu dipertahankan dalam kondisi yang
fisiologis dengan kontrol neurohormonal.
Masalah kecemasan yang dialami pasien
akan menganggu serta membuat perubahan tanda – tanda vital pada pasien. Pada
pasien yang akan menjalani operasi sebelumnya akan diberikan pendidikan
kesehatan dikamar operasi terlebih dahulu, tujuannya adalah supaya pasien
ketika akan masuk ke kamar operasi tidak akan terjadi kecemasan yang berat.
Kecemasan yang berat akan membuat kekacauan sistem hormon didalam tubuh manusia
serta meningkatkan tanda – tanda vital manusia. Padahal kontra indikasi
pelaksanaan tindakan operasi tidak boleh tanda – tanda vital abnormal, pada
pasien yang mengalami peningkatan tekanan darah atau krisis hipertensi umumnya
dokter akan melakukan implementasi supaya tanda – tanda vital kembali normal.
Dalam diagnosa keperawatan terbaru
dalam menegakkan Ansietas harus mencakup data major dan data minor. Data
tersebut antara lain : pada data mayor pada data subjektif pasien mengatakan
merasa bingung, ,erasa kwatir dengan akibat kondisi yang dihadapi, sulit
berkonsentrasi sedangkan pada data objektif adalah pasien tampak gelisah dan
pasien tampak tegang serta sulit tidur. Sedangkan pada gejala dan tanda minor
ansietas adalah pada data subjektif menunjukkan pasien mengeluh pusing, terjadi
anoreksia, palpitasi dan merasa tidak berdaya. Sedangkan pada data objektif
minor didapatkan hasil terjadi peningkatan pada frekeunsi nafas, frekuensi
nadi, tekanan darah, terjadi diaforesis, tremor, muka tampak pucat, suara
bergetar, kontak mata buruk, sering berkemih dan berorientis pada masa lalu.
Pada penatalaksanaan Ansietas terdiri
dari penatalaksanaan Farmakologis dan penatalaksanaan non farmakologis.
Penatalaksanaan farmakologis sendiri salah satunya adalah Psikofarmaka yaitu
penatalaksanaan menggunakan obat medis. Penatalaksanaan farmakologis yang lain
adalah Terapi somatik yaitu terapi yang bertujuan untuk mengatasi gejala yang
muncul pada pasien.
Sedangkan Penatalaksanaan non
farmakologis Ansietas antara lain Psikoterapi suportif dimana pasien diberikan
terapi berupa semangat yang bertujuan untuk meningkatkan motivasi pasien.
Terapi re edukatif adalah dimana pasien diberikan terapi pendidikan kesehatan
secara ulang setelah sebelumnya pasien sudah diberikan pendidikan kesehatan
oleh tim medis lain tetapi kurang paham. Sedangkan terapi re konstruktif
merupakan terapi pada pasien yang bertujuan untuk membangun kembali edukasi
pasien secara utuh. Psikoterapi kognitif merupakan mengajarkan pasien terapi
kecemasan dengan peningkatan pengetahuan pasien tentang penyakitnya saat ini.
Terapi kecemasan yang lain yaitu Psikodinamik terapi wicara yang dilakukan oleh
profesional medis untuk membantu pasien mereka menemukan kelegaan dan mencapai
solusi. Melalui terapi psikodinamika ini, orang tersebut dapat memahami
pikiran, perasaan, dan konflik yang berkontribusi pada perilakunya. Kemudian
Psikoterapi Keluarga salah satu terapi yang melibatkan peran pihak keluarga.
Dan yang terakhir adalah terapi Psikoreligius yaitu Pelaksanaan terapi
psikoreligius berbentuk berbagai ritual keagamaan, yang dalam agama Islam
seperti melaksanakan shalat, puasa berdoa, berdzikir dan aktivitas keagamaan
yang lain.
Terapi non farmakologis yang lain yang bisa menurunkan
kecemasan antara lain terapi relaksasi nafas dalam, terapi distraksi, terapi
guided imagery dan terapi musik klasik. Terapi ini merupakan terapi yang mudah
diberikan pada pasien, serta mudah diajarkan pada pasien sehingga selain bisa dipraktekkan
langsung dirumah sakit juga bisa dipraktekkan secara mandiri dirumah pasien.
Dosen Spesialis Medikal Bedah Prima Trisna Aji menyampaikan
bahwa menurut Helter (2014) untuk tingkatan Ansietas terdiri dari 4 kelas yaitu
ansietas ringan, ansietas sedang, ansietas berat, dan panik. Ansietas ringan
(Mild Anxiety) merupakan bentuk kecemasan yang berhubungan dengan ketegangan
dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan
meningkatkan lahan persepsinya. Ansietas sedang atau Ansietas sedang (Moderate Anxiety) merupakan
jenis kecemasan yang memusatkan perhatian pada hal – hal yang penting dan
mengesampingkan yang lain. Perhatian seseorang menjadi selektif, namun dapat
melakukan sesuatu yang lebih terarah lewat arahan dari orang lain. Kecemasan
Berat merupakan kecemasan yang memusatkan pada sesuatu yang terlihat dan
spesifik dan tidak dapat berfikir tentang hal ini. Sedangkan yang terkhir Panik
merupakan tingkat kecemasan yang tertinggi dimana rasa takut dan cemas yang
bisa tiba-tiba membuat kita kewalahan dan biasanya diiringi dengan gejala fisik
lainnya yang akut, seperti napas tersengal-sengal, dan jantung berdegup
kencang. Tingkat kecemasan ini memicu depresi pada pasien dan bisa beresiko
terjadi gangguan kejiwaan pada pasien apabila tidak segera dilakukan
penatalaksanaan untuk mengatasi masalah kecemasan tersebut. *Red